Di senja yang kelam, langit merayap dengan awan mendung, melambangkan bagaimana hati Ana terasa terkungkung dalam kesedihan yang mendalam, persis seperti bayangan akan pemakaman sang Ayah. Pagi tadi, kesunyian terhenti oleh teriakan cemas ketika Ayahnya mendadak terjatuh tak sadarkan diri di teras rumah. Keberuntungan datang melalui seorang tetangga yang sigap memberikan pertolongan pertama. Namun, takdir berkata lain, nyawa sang Ayah tak mampu diselamatkan. Penyakit jantung yang tak terduga telah menghentikan denyut kehidupannya, meninggalkan Ana seorang diri, tanpa keluarga yang dapat menemani.
Ana, seorang yatim piatu sejak lahir, kini terusir dalam kesedihan yang semakin dalam dengan kepergian Ayahnya. Namun, di tengah-tengah duka yang melingkupinya, kejadian tak terduga memunculkan serpihan harapan. Pandangan Ana tertuju pada ubin berwarna berbeda yang terselip di bawah tempat tidur sang Ayah. Mengendus aroma misteri, Ana mencoba membuka isi kotak yang tersimpan di dalamnya. Dan di sana, terhampar buku berjudul "Laa Tahzan", warisan peninggalan Ayahnya.
Dengan setiap halaman yang dibaca, Ana merasakan hembusan semangat dari balik kata-kata ayahnya, mengingatkannya bahwa kehidupan tak selamanya gelap. Seperti senja yang akhirnya beringsut menjadi senyum mentari, Ana mulai merangkai benang-benang harapan baru dalam benaknya, menari-nari di antara awan kelam yang menyelimuti hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar